Tuesday 9 December 2014

Tiap Langkah dalam Perjalananku (Part III)

*** Masa Sekolah - Sekolah Menengah Atas

Aku masuk dalam suasana baru dengan seragam baru, aku mengenakan putih abu-abu. Bahagianya aku sekarang dan itu artinya tantangan baru kembali menghadang dan ini akan mempengaruhi aku kedepannya. Aku tidak dipindahkan dan tetap berada di kelas unggulan itu. Aku girang bukan main.

Disini, di masa-masa aku menjalani sekolah menengah atas dan bertahan pada sekolah ini; teman-teman lain seangkatanku memilih untuk meneruskan ke sekolah lain, salah satu sekolah swasta ternama dikota Medan. Sebenarnya ada keinginanku untuk melanjutkan ke kota Medan meneruskan tingkatan ini. Namun kembali aku belum mampu melepaskan kebersamaanku dengan keluarga terdekatku dan aku memikirkan biaya besar yang akan dikeluarkan oleh mereka jika aku tetap bersih keras untuk melanjutkan niatku. Bagaimana tidak? Sebuah biaya yang tidak sedikit karena harus membayar iuran wajib disekolahan, harus membeli buku-buku pelajaran, harus membayar kost-kost an yang mana kesemua ini memiliki nilai dengan perhitungan kalkulus yang tidak sedikit.

Aku menjalani hari-hari SMA ku disekolah ini. Aku menemukan kelompok persahabatan baru. Hal ini tidak berarti aku lepas dengan mereka sebagai sahabat saat kami duduk di bangku sekolah dasar hingga sekolah lanjutan tingkat pertama. Kelompok persahabatan baru bukanlah seorang teman baru; hanya saja kami semakin merasa akrab di tingkatan ini.


Kami mulai berkerumun dalam sekumpulan orang membentuk grup. Grup ini jugalah tempat kami berbagi, saling mengisi akan pengetahuan. Kami tergabung sebagai satu komunitas belajar. Banyak kenangan yang terangkum sebagai bagian bab-bab buku dan menggores sebagai hal yang berkesan. Ada canda, tawa kadang ada selingan kesal, marah, kecewa sebagai bumbu persahabatan kami. Kami adalah anak SMA yang sedang tumbuh menjalani keremajaan kami.

Aku bersama mereka selama beberapa tahun. Kami berbaur dan mulai tumbuh keakraban yang kental saat ini. Ada banyak nama yang terurai mulai dari Ester, Susi dan Wati; Mereka adalah bagian yang tidak asing bagiku. Kebersamaan kami selama 3 (tiga) tahun telah menumbuhkan cerita-cerita baru; saat melihat para remaja mulai mengenal kisah asmara kami pernah bersepakat untuk membagi kebahagiaan dengan traktiran bagi siapa diantara kami yang melepas masa lajangnya terlebih dahulu dan ternyata... Ester dan Susi kini sudah berkeluarga dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama. Kami bahagia ada senyum yang terbias cerah mewarnai perjalanan persahabatan kami. Ada Kitty, Mira, Lisa, Rita, Mery, Meria, Albert, Sumin, Yuspan, David, Teddy, Wilson, Jimmy, Chandra dan lainnya. Terima kasih kita telah membina persahabatan hingga saat ini dengan senyuman. 

Disini, aku pernah menghadapi masa-masa sulit. Aku pernah dicuekin teman-temanku selama kurun waktu tertentu. Aku menangis hampir setiap hari, tidak pernah kuceritakan segala masalahku pada siapapun itu; termasuk keluargaku. Sempat terpikir olehku untuk meninggalkan bangku sekolah ini atau bahkan setidaknya aku pindah! Namun diantara sisi-sisi kelemahan itu, kadang seperti ada bayangan kekuatan yang hidup. Aku disemangatkan oleh batin pribadiku, dikuatkan oleh doa bahwa aku mampu melewati segalanya. Dan aku bersyukur, aku berlapang dada dan membuat aku berhasil. Kini aku hanya ingin menjadikannya sebagai catatan diari dalam ingatanku walau terasa pahit. Tidak pernah terlintas bagiku untuk mengubur sedalam-dalamnya ingatan itu karena aku selalu menjadikannya sebagai pembelajaran dalam setiap kesusahanku. Betapapun sulitnya masalah aku pasti BISA! Akan selalu ada semangat yang mengandengku setiap saat untuk berjalan di hari esok.

Hari ini, ketika bayang semu masa lalu itu kembali terpancar; ada penghargaan yang besar untuk mereka yang menciptakan diari pahit tersebut bagi diriku. Aku mampu untuk tegar dalam segala problema, yang memberdikarikan perjalananku.

Hari hari itu kurajut sedemikian-rupa. Membulatkan tekad untuk menjadi yang terbaik, tidak mau gagal atau turun dari peringkat yang kuacungkan sebagai pacuan perlombaan. Saat ini aku berlomba dengan pikiranku untuk menjadi juara kelas, menjaga raporku untuk tetap berada di peringkat 10 (sepuluh) besar. Dan... aku berhasil hingga pada akhirnya; rapor itu mulus dengan angka-angka peringkat di jajaran 1 (satu) hingga 5 (lima).

Menjelang perjuangan akhir kami disekolah dari tingkat dasar hingga menengah atas, aku dan teman-temanku disibukkan dengan situasi mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang universitas terbaik sebagai lanjutan tempat kami meracik masa depan; Tidak sedikit dari kami yang melanjutkan hingga ke kota besar, Jakarta. Kami benar-benar dihadapkan pada satu tantangan besar untuk menentukan arah hidup dan pola pikir selanjutnya. Kujalani masa itu.  

Hingga hari kelulusan tiba, perpisahan ini meninggalkan air mata. Bukan sekedar juluran air mata kesedihan, tetapi ada campuran kebahagiaan dan sesekali dibarengi senyuman. Aku bersukacita karena aku lulus bukan tanpa hambatan namun aku menjalaninya dengan syukur sehingga segalanya seolah sirna dan memberi makna. Dan setelah kami memejamkan mata meninggalkan hari itu, kami berdoa untuk hari esok yang akan kami jalani.

Disekolah ini, aku mengenal guru-guru yang mendedikasikan perjalanannya, membaktikan diri sebagai pengajar untuk masa depanku beserta teman-temanku. Untuk guru-guruku di Perg. Panglima Polem Rantau Prapat, kini kami angkatan 2004 telah lulus; membooming semangat untuk berkarya dan bercita-cita. Terima kasih dalam cinta dan doa bahwa aku telah menjadi bagian dari sekolah ini selama puluhan tahun. Oleh karena sekolah ini, kami telah terbentuk sebagai satu keluarga dengan persahabatan kental dalam sela-sela kericuhan sebagai seorang remaja yang berdiri di celah sorak sorai gaung kegembiraan. Ada kata LULUS disetiap ucapan kami.

*** Lingkungan Luar

Aku bukan pribadi yang akan setia melewati waktuku dengan hening; akan ada banyak kegiatan yang kuselingi dalam setiap perubahan perdetiknya. Aku ingin ada sesuatu yang mengisi memoriku hingga pada akhirnya memori itu akan memberikan bulir senyum teramat manis.

Diluar kegiatan sekolahku, aku tergolong siswa yang berperan sebagai aktivis organisasi Buddhis. Aku kerap mengikuti setiap kegiatan yang ada, memastikan tidak ada kegiatan yang terlewati begitu saja dalam organisasi itu; dan ini tidak berlalu singkat. Aku beranjak dari saat pakaian seragam putih merah membalutiku, puluhan tahun yang lalu. Dari salah satu subjek sekolah yang mendorongku mengumpulkan stempel sebanyak-banyaknya. Ya! Kami diharuskan untuk memperoleh stempel itu untuk mendapatkan tambahan nilai. Hingga waktu berlalu begitu cepat!

Aku berkarya dan bergejolak dalam dunia organisasi buddhis yang berperan penting dalam hidupku; mengubah perjalananku dan memberikan setitik sinar yang teramat kuat. Momentum yang lahir dari seorang pribadi yang bernama “Tanty”. Dari bidik organisasi ini, aku terlatih menjadi seseorang yang lebih berani, mengenal pergaulan yang lebih beraneka dengan nilai persahabatan yang terikat dalam suatu persaudaraan. Aku mengenal sahabat dari berbagai luar daerah dan hal ini kini membangun kokoh solidaritas bahwa kami adalah satu saudara. Aku mengikuti setiap langkah event yang bermakna. Luar biasa perjalanan itu!

6 (Enam) tahun lebih dalam wadah Gelanggang Anak Buddhis Indonesia dan 6 (Enam) tahun dalam wadah Persaudaraan Muda-mudi Buddhis Vihara Buddha Jayanti Rantau Prapat dengan ranah kepemimpinan yang berbeda telah mengantarkan satu gebrakan. Aku mengenal lebih banyak kepribadian yang berbeda. Aku tidak pernah membayangkan perjalanan ini. Aku pernah mengikuti kegiatan Musyawarah Daerah serta Sarasehan dan Temu Karya Daerah. Berkompetisi dan memelihara persaudaraan dalam Buddha Dharma adalah itikad kami sebagai peserta dari kegiatan tersebut.

Tidak hanya sebatas dalam pergelutan organisasi buddhis. Aku kemudian mencari kegiatan selingan melalui seni tulis, mencoba mempermainkan kata-kata dalam bait kalimat. Aku ingin suatu hari akan ada satu biografi perjalanan hidupku. Berawal dari keinginanku tersebut yang kemudianmemotivasiku untuk selalu menulis dan menulis. Kuakui pemikiran ini muncul pada saat aku duduk di bangku sekolah tingkat lanjutan pertama. Aku tidak pernah bercerita pada siapapun tentang setiap gerak gerikku; sekalipun itu adalah orang tuaku. Aku hanya ingin mereka bangga ketika namaku benar muncul membawa karyaku.

Aku mulai menulis, mencoret setiap lembaran kertas putih dan membuatnya terlihat penuh dengan isi berupa tulisan sederhana. Hanya bermodalkan pena kecil, aku menuangkan segala unek-unek perasaan dan pikiranku dalam metamorfosis kata. Kupastikan hampir tidak ada komposisi kandungan yang tertinggal. Tatkala perasaan kacau kurasa dalam benak, mumpetnya suasana hati, akan ada lebih banyak coretan yang kutulis. Hmmm... dan itu akan meringankan beratnya suasana hati yang mengepungku. Dari setiap tulisan yang telah tergores dari pena kecil itu, aku hanya letakan di setiap tempat yang pernah kulalui dan kemudian tulisan itu akan hilang begitu saja. Tulisan itu akan mewakili bisikan perasaanku yang juga seolah kabur ditutupi semangatku keesokan harinya. Aku ingin setiap hari baruku selalu ada warna senyuman yang terhias sempurna.

Terus menyambung kegiatan itu dan tiba-tiba aku terpikir bagaimana akan terbentuk suatu kumpulan karya jika aku hanya meletakkan setiap lembaran coretan pada kotak-kotak yang tak pasti dan semuanya akan hilang begitu saja. Kemudian aku mulai tergerak untuk menulisnya pada sebuah buku. Aku mulai belajar bagaimana mengekspos tulisan ini. Jujur ini hanya sekedar iseng. Aku hanya ingin tahu sejauh mana aku dapat menuangkan perasaanku dan membiarkannya hidup menggembara sebagai kenangan. Perlahan aku mencari informasi dari media dan harian “Analisa” kupilih sebagai awal tujuan berlabuhnya tulisan sederhana ini. Kemudian aku juga memilih harian “Sinar Indonesia Baru” sebagai tujuan arah panah pengembangan bakat dalam diriku. Semua tulisan itu benar-benar terkesan apa adanya dengan acak kata yang tidak beraturan. Kedua media surat kabar itu kupilih mengingat orang tuaku lebih sering berlanggangan sehingga lebih mudah bagiku untuk melihat apakah ada secerca cahaya yang menyuratkan isi tulisanku dalam media tersebut. Kedua media itu memberikan kesempatan bagi pemula untuk berkarya.

Aku senantiasa menunggu munculnya karya dari coretan kertas yang menghalusinasikan imajinasiku. Penantian yang cukup lama sampai akhirnya aku benar-benar putus asa! Aku mulai malas untuk bakat itu, aku bukan terlahir untuk menjadi penulis. Pernah terpikir olehku untuk berkiprah dalam dunia ini, namun rasanya itu mustahil. Ya.... sangat mustahil! Untuk menjadi seorang penulis ulung saja aku gagal dan tak pernah memberikan hasil apalagi ketika aku berkiprah dalam dunia ini. Perjalanan yang hanya menyesatkanku.

Kegagalan itu kemudian menghentikan kemauanku untuk menulis. Aku lebih banyak mencari kesibukan untuk hal lain dan itu berjalan untuk beberapa tahun kemudian. Hingga suatu waktu, aku diisyaratkan kembali untuk menulis. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana tulisan yang telah tergores beberapa tahun lalu baru menjadi sinar di hari itu, tepat saat aku duduk di bangku kelas 1 (satu) tingkat SMA. Aku girang tak terkira. Ada berita baik dari ujung yang terdengar, suara orang tuaku mengagetkanku. Mereka tersentak melihat namaku di harian surat kabar “Analisa” pada sub taman riang. Bagaimana bisa aku menulis dan mengirimkan karya tanpa sepengetahuan mereka; muncul ribuan pertanyaan dalam benak mereka dan terlontar untukku. Dan saat itu, aku hanya tersenyum. Itu adalah masa dimana pertama kali aku memperoleh penghasilan. Aku seperti sedang bermimpi. Bermula dari penerbitan karya pertama itu kemudian aku kembali iseng menulis semampuku dan berlanjut hingga ada beberapa kali penerbitan. Hmmm... Itu menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagiku. Namun, aku berupaya untuk menyembunyikan segalanya karena aku masih awal yang penuh ketidaksempurnaan, yang jauh penuh lekang. Aku minder dan malu. Aku lebih memilih mereka yang akan tahu dengan sendirinya tanpa ada gembar gembor dari diriku. Dan ini berjalan beberapa tahun kedepan, aku menulis dan ada hasil untuk setiap tulisan yang tergores. Aku benar-benar bersyukur atas setiap langkahku.   
- To be continued -

No comments:

Post a Comment