Friday 25 September 2015

Dunia Perpajakan Indonesia (22 September 2015)

Pajak di Indonesia merupakan sumber pendanaan yang memegang peranan penting dalam perkembangan kesejahteraan rakyat Indonesia. Dalam Kitab  Undang-Undang yang mengatur tentang Tata Cara Perpajakan Nomor 6 Tahun 1983 stdtd Nomor 28 Tahun 2007 juga menyebutkan bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Namun, sudahkah rakyat sejahtera oleh Pajak itu sendiri? Saya rasa tidak demikian adanya.
            Malahan apa yang saya rasakan sebagai salah satu praktisi perpajakan adalah kurangnya kesadaran dari para wajib pajak untuk melakukan pembayaran dengan sebagaimana mestinya. Ini adalah sebuah siklus; saat orang-orang tidak merasakan manfaatnya malah cenderung atau lebih kepada titik kerugian, mereka akan lebih memilih untuk tidak bersentuhan dengan pajak. Alhasil, upaya pemerintah dalam mengenjot angka penerimaan dari sudut ini akan jatuh. Hingga akhirnya banyak pakar perpajakan berbicara, mengeluarkan statement dengan harapan adanya perubahan yang signifikan.
            Indonesia, Saat ini, masih optimis akan tercapainya target pajak yang tinggi hingga berada pada kisaran angka Rp. 1.294,25 Triliun. Upaya pemerintah dengan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi dalam perpajakan terus berlanjut; bahkan tahun 2015 ini ditetapkan sebagai tahun pembinaan pajak. Tahun pembinaan yang diharapkan nantinya mampu memberikan hukuman atau sanksi bagi pengemplang pajak, wajib pajak nakal yang dengan sengaja menunggak dan memaksa pemerintah melalukan kebijakan gijzeling.
            Mengapa terlalu banyak wajib pajak nakal yang seolah tidak mendukung program pemerintah? Satu hal yang perlu ditelusuri secara seksama alasannya. Tahun 2015 ini; dengan tingginya nominal target penerimaan yang ditetapkan oleh pemerintah telah membuat para fiskus menguber bahkan seolah menjajah prinsip perpajakan di Indonesia itu sendiri. Prinsip self-assesment yang diyakini seakan sirna. Saat kebijakan tidak lagi di kedepankan, wajib pajak hanya mampu diam seribu bahasa. Bahkan banyak para pebisnis yang gulung tikar hanya karena hal ini, hak bangsa pun hanya sekedar menjadi sebuah kalimat semata. Atau… apakah telah ada amendment Undang-Undang Dasar 1945 yang intinya tidak lagi memperdulikan kesejahteraan rakyat? Keadilan sosial dan kepastian hukum hanya menjadi sebuah wacana.
            Pertanyaan yang muncul dibenak saya adalah bagaimana Indonesia akan maju? Sungguh sangat disayangkan. Perpajakan Indonesia sejujurnya telah menjadi momok menakutkan bagi setiap Warga Negara Indonesia yang telah menjadi wajib pajak. Dengan pandangan tersebut; sangat ironis target yang sebegitu tingginya terpenuhi di sektor ini.
            Dari pengalaman, saya belajar banyak hal untuk dunia ini walau berawal dari pembelajaran secara otodidak. Mungkin tidak se-expert mereka yang telah puluhan tahunan menjalaninya. Dari kasus-kasus yang saya lihat, perpajakan Indonesia seolah tidak lagi menjunjung tinggi hak dari para wajib pajak. Upaya pidana yang tadinya merupakan upaya hukum terakhir (Ultimum Remedium) pun dikesampingkan. Dimanakah letak sebuah keadilan?
            Salah satu contoh adalah perusahaan perkebunan Asian Agri yang terjerat dalam tindak pidana perpajakan. Sangat ironis sebuah putusan dalam ranah hukum akan muncul tanpa adanya sebuah pemeriksaan yang jelas. Hal ini mengundang munculnya spekulasi dari berbagai pihak; para akademisi, pengamat maupun para praktisi. Dan ini pun menjadi berita hangat!
            Dari kasus ini, muncul sebuah perumpaan dimana perpajakan di Negara kita tidak lagi sekedar mencari telur ayam tetapi mencekik ayam-ayam hingga tidak lagi mampu berkoak-koak. Hal yang tragis memang!
Kisruh perkara perpajakan Asian Agri terlalu rumit hingga anti klimaksnya harus mendorong Asian Agri sebagai sebuah badan usaha untuk membayar denda yang disebut sebagai kerugian Negara sebesar 2, 5T. Ini sebuah suntikan hebat bagi para fiskus tetapi seperti menjadi gemuruh kuat bagi Asian Agri. Tidak akan berujung jika harus membahas hal ini.
Tahun 2015 Wajib Pajak kini merasa seperti dalam masa perburuan. Dengan terbitnya peraturan-peraturan maupun surat edaran Dirjen Pajak, seakan membidik kesalahan dari wajib pajak yang pada dasarnya jika harus dikaji asal mulanya adalah dari kurangnya sosialisasi. Wajib Pajak seakan diperbodoh!
Semoga Fiskus akan lebih cerdik dalam menelaah setiap aktivitasnya. Mengembalikan pandangan positif dari publik. Publik perlu pengakuan kejelasan dan transparansi penerimaan Negara, Publik perlu sebuah bukti kerja nyata dan bukan hanya omongan belaka karena tujuan kita adalah satu; Untuk Indonesia yang lebih maju dan merdeka!

Note : Ini hanya sebuah opini umum tanpa memihak pada siapapun, Terima kasih.

Indonesia Tax Story (22 September 2013)

Tax in Indonesia is a source of funding which plays an important role in the development of Indonesia’s welfare. In the book of General Tax Provisions and Procedures Law No. 6, 1983 as last amended with No. 28, 2007; it is stated that “Tax is a mandatory contribution to the State owed by the individual or entity that is enforceable under the Act, by not getting reward directly and used for the purpose of State for the greatest prosperity of the people”. However, do the folks feel what we call as prosperity by tax itself? I do not think so.
Instead from what I feel as one of a tax practitioner is the lack of awareness of tax payers to make payments accordingly. It is a cycle; when people do not feel benefits even inclined to the point of loss, they would prefer not to be touched with Tax. As a result, Indonesia government’s efforts to increase the enrollment rate from tax will fall down. Finally, some of experts are speaking out; they release statement with hope of significant changes in Indonesia.
Indonesia today still optimist to achieve high target of tax which stands in the range of IDR. 1.294,25 T. The efforts from our government are keeping rolling and continually; even in 2015 was designated as the year of coaching taxes. The year 2006 is estimated as the year of action whereby it will impose penalty for mischievous tax payers who deliberately forced the government do gijzeling policy.
Why there is too much tax payers in Indonesia that seemed not to support our government programs? One thing that needs to be pursued, the reason why! 2015; by setting high target of revenue from tax, our government has made the tax authorities chased their target even colonize the principle of taxation in Indonesia itself. The principle of self-assessment is seemed to be disappeared. When a policy is no longer upheld, tax payers are only able to be silence. Even some businesses are going bankrupt, the people rights which stated in constitution was just becoming a mere sentences. Or… is there any amendment for our Constitution 1945 Law which no longer cares about the welfare of folks in Indonesia? Social justice and legal assurance can only be a discourse.
Thought that crossed in my mind is How Indonesia will be in Future? Taxation in Indonesia has become a frankly frightening. With this opinion, very ironic that the high target of revenue from Tax sector will be accomplished.
From Experiences, I have learned a lot although I pass the phase through what I call as learning by doing. And I might not expert as people who are well-trained in Tax. Some cases in Indonesia have aroused my opinion that Indonesia Taxation is no longer uphold the rights of tax payers. Criminal effort that was the last regal remedy (Ultimum Remedium) was ruled out. There is no justice anymore on it!
As an example is a company which runs into palm oil industry, Asian Agri. As a pioneer in the development of its farmers’ welfare either socially or economically; it has entangled in Tax crime. It is ironic; a verdict in the legal sphere will be issued without clearly of tax audit. It invites speculation of various parties; academics; analysts and practitioners. Now, Asian Agri has going to be subject of any conferences.
From this case, there is a parable in which taxation in Indonesia are no longer looking for eggs but strangle chickens until it can not be whooped. Tragic indeed! The anti climax has encouraged Asian Agri as a business entity to pay fine; they started to get losses by 2,5T. It’s a great injection for Indonesia’s Tax Authority, but it becomes a powerful jarring for Asian Agri.
2015; Tax payers are seemed to be hunted. With the publication of new regulations and circular letters from Directorate of General Taxation, they as if deliberately finding fault of tax payers. What should be addressed is the method of socialization of tax office so as not to cause different perception of new rules. Tax payers need a good understanding of tax!
No one knows what will happen tomorrow. What we wish to have is clarity and transparency of state. Public needs an evidence of real work and not just a mere waffle. Please restore a positive view of us because people are not always wanted to be fooled!

Note : Indonesia Tax Story is just a general opinion without take side on third party, Thank you.