Tuesday 9 December 2014

Tiap Langkah dalam Perjalananku (Part I)

Aku sekarang adalah berbeda dengan aku pada masa 8 tahun lalu atau pada saat dimana aku belum jelas akan kehidupan ini. Kini aku belajar tentang arti hidup, bagaimana pengorbanan mereka sebagai orang tua dalam membesarkanku dan adik-adikku; menjadi tulang punggung hingga aku berdiri sekarang ini, hingga adik tertua-ku berhasil menyematkan gelar Sarjana Ekonomi pada nama dibelakangnya.

Aku seorang putri kecil 25 (dua puluh lima) tahun lalu; putri yang berada dalam gendongan dan menjadi genggam buah hati mereka. Tidak jelas bagaimana perasaan mereka ketika itu; mungkin haru bahagia atau ada pikiran lain terbersit dalam benak mereka. Dan yang aku sadari kini aku hidup bahagia dalam keserdahanaan dan aku bergembira memiliki mereka.

Masa kecil itu indah, damai dan saat dimana kita belum mengetahui segala hal, semua kegembiraan itu datang. Aku hanya mengerti tentang aktivitas bermain bersama dalam keakraban. Kini, saat aku berulang tahun yang ke-25, aku berharap ada jarum waktu yang mengantarku ke masa itu kembali. Mungkinkah???

Dear diaryku... Biar hanya selembar kertas kosong; ribuan kenangan terisi sebagai pemecah keheninganku. Aku seorang pemalu ketika itu, zaman-zaman dimana aku hanya bersekolah, menuntut ilmu, bermain. Tidak pernah ada keberanianku untuk maju lebih depan walau aku sadar hal itu akan mengembangkan bakatku. Aku hanya mampu diam, berbicara sekata dan menjadi siswa yang hanya bersahabat dengan kelompok dan ingat akan kata "main... main... dan bermain...".

Aku anak pertama dengan 2 (dua) orang adik laki-laki dalam keluarga menjadikanku harus hidup mandiri. Sebagai anak tunggal perempuan, aku berusaha memberikan contoh kepada kedua orang adikku walaupun aku sadar tidak ada kesempurnaan yang tertanam dalam diriku. Aku ingin mereka menyadari bahwa hidup ini perjuangan yang harus dilewati lika-likunya. Aku berharap mereka menjadi pribadi yang dewasa yang memberikan kebanggaan kepada kedua orang tuaku. Aku ingin mereka menyadari tidak akan ada aku dan mereka seperti sekarang ini tanpa usaha yang keras dari perjuangan Papa melalui bulir keringat yang mengalir setiap harinya; menyadari tidak akan ada aku dan mereka seperti sekarang ini tanpa Mama yang selalu mengasihini kami melalui kenyamanan yang beliau berikan sepanjang harinya. Aku ingin hal-hal kecil yang terlihat itu memberikan kedekatan dalam hidupku kami; Papa, Mama, Aku dan kedua orang Adikku.

Papa... Beliau adalah seorang usahawan yang merintis usahanya dari muda. Bermodal pada tekad dan keuletan, Ia membuatku bangga menjadi bagian yang mewarisi sebagian karakteristiknya. Ya! seperti kata orang, 'like father, like daughter'. Ia pribadi yang mandiri, Aku salut. Papa bukanlah orang kaya seperti halnya orang-orang lain yang memiliki milyaran kekayaan, punya gelimpangan harta disana-sini. Aku salut ia mampu menyekolahkan kami dengan kerja keras. Hal ini karena aku sadar, banyak diluaran sana para anak-anak yang belum mampu mengecap pendidikan selayaknya.

Mama... Beliau adalah sinar yang memberikan kehangatan dirumah. Ada kasih sayang yang terpancar dari wajahnya; kearifannya dalam urus rumah tangga membuatku harus mengangkat dua jari jempolku untuknya. Ingin aku belajar dari beliau tentang segala hal dalam ketelatenannya mengurusi kami sebagai sebuah keluarga.
  
Adik pertamaku, Joseph sapaannya. Sering kali ada ketidakcocokan diantara kami. Mungkin perbedaan usia yang terlalu rapat membuat kami mendominasikan keegoan kami sendiri. Akan tetapi, sesungguhnya ada kasih sayang besar diantara kami. Joseph telah menamatkan studinya di salah satu perguruan tinggi di Kota Medan. Kami semua adalah lulusan dari Kota Medan.  

Adik keduaku, Jonsen; si lelaki yang memiliki tinggi melebihiku ini adalah anak terkecil dalam keluargaku. Perbedaan usia yang terpaut cukup jauh membuat aku lebih dekat dengannya. Ya, Jonsen si anak 'bontot'!. Saat ini mungkin karena ia masih duduk di bangku sekolah, pikirannya hanya bermain, sekolah dan kembali bermain. Aku mengerti karena masa-masa itu telah kulalui.

Karena ada perbedaan tempat tinggal yang mengharuskan kami untuk bertahan hidup, kini aku mengerti adalah rasa kemelekatan akan persaudaraan yang tinggi diantara Papa, Mama, Aku dan kedua orang adikku. Sering kali aku merasakan kerinduan yang mendalam. Ingin rasanya aku merintikan air mata saat tanganku berjalan diatas tuts tuts keyboard laptopku.

Dulu, saat masa-masa sekolah dimana saat kebersamaan kami masih menjadi satu; sering kali ada pikiran negatif yang muncul dalam benakku. Kala itu, pada saat dimana terjadi pertengkaran antara aku dan adikku; aku merasa selalu harus aku yang mengalah dan aku yang menjadi sasaran kemarahan orang tuaku. Jujur pernah terpikir oleh ku, "Anak siapakah aku?". Itulah pemikiran seorang anak tertua dalam keluarga yang kerap terngiang dalam pikiranku. Aku merasa sudah sering mengalah dan ujung-ujungnya akan membuat aku menangis dimalam hari dalam kesendirian. Akhir yang sangat lelah. Sangat lekat ingatan itu. Kini aku mengerti, hari-hari itu adalah saat belum adanya aliran pendewasaan hidup dalam diriku.

Jujur aku bingung akan diriku yang dulu. Saat dimana aku berada dalam dekapan keluarga yang menopang hidupku, bergeliat perasaanku muncul. Aku harus segera menamatkan sekolahku. Aku harus segera kuliah! Bekerja dan mencari sesuatu yang baru! Pikiran itu beranjak ketika aku mulai menjalankan studi pada tingkat SMA. Mungkin orang-orang akan berpikir, anak aneh! Ketika setiap orang merasakan nikmatnya masa-masa sekolah, aku malah menginginkan agar segera tamat dan dapat bekerja. Namun harus kuakui bahwa seyogyanya aku juga belum mengerti.

Dan kini, pada saat ini, ketika aku mengerak-gerikan jemari tangan ini... benar-benar aku sedang kembali memutar waktu kehidupanku. Oh My God... Aku sedang bermain dalam masa kekanak-kanakanku, sedang menjelajah waktu keremajaanku.
- To be continued -

No comments:

Post a Comment