Wednesday 10 May 2017

Renungan Waisak 2561 BE (11 Mei 2017)

“Aggo ‘ham asmi lokassa
Jettho ‘ham asmi lokassa
Settho ‘ham asmi lokassa
Ayam antima jati
Natthi dani punabbhavo”

“Akulah pemimpin di dunia ini
Akulah tertua di dunia ini
Akulah teragung di dunia ini
Inilah kelahiran Ku yang terakhir
Tak akan ada kelahiran lagi bagi Ku”

*** Majjhima Nikaya 123 ***

Getarannya kembali membias dengan iringan bait lagu. Sebuah momentum kembali menghampiri untuk mengenang tiga peristiwa penting yang menjadi sejarah Waisak.

1.        623 SM (sebelum masehi), lahirlah seorang bayi kecil di Taman Lumbini (Distrik Kapilavastu). Putra pasangan Raja Suddhodana dan Ratu Dewi Mahamaya dari kerajaan Sakya. Lahir di bawah pohon sala dalam keadaan bersih dan tanpa noda, beliau adalah seorang cakkavati dunia. Siddharta berarti tercapailah cita-citanya. Keajaiban terjadi di hari kelahiran Siddharta, turun air hangat dan dingin membasuh tubuhnya, Ia kemudian berjalan tegak ke arah utara selama 7 langkah dan keajaiban lain adalah tumbuhnya teratai disetiap langkahnya. Demikianlah beliau raja dari segala raja.

Di hari-hari perjalanan hidup Pangeran Siddharta hingga dewasa, beliau dilimpahi dengan kenikmatan duniawi dan kemewahan. Tidak ada sedikit pun kekurangan yang melintas dalam hidupnya; hingga beliau tak pernah tahu apa yang terjadi di luar istana. Namun, rasa keingin-tahuan Pangeran Siddharta mulai bergejolak. Beliau ingin mengetahui isi di luar istana. Amat terkejut beliau ketika melihat keadaan sebenarnya; Orang tua, Orang sakit, Orang mati dan petapa suci. Kegundahan muncul dan beliau menyadari segala sesuatu di dunia ini tidaklah kekal adanya dan “aku akan mengalami satu dari hal tersebut”. Akhirnya diantara pertanyaan-pertanyaan yang muncul; beliau membuat keputusan untuk meninggalkan istana yang megah nan indah, yang memberikan kenyamanan dan kenikmatan berupa hiburan, tarian dan nyanyian bahkan suara merdu dari para bidadari dunia. Pada usia 29 tahun, beliau berkelana, menggembara menempuh perjalanan jauh; menyeberangi sungai, mencukur rambut dan menjalani kehidupan sebagai petapa.

2.        Masa Pengembaraan beliau selama 6 tahun dalam menjalani kehidupan sebagai petapa suci telah berada di jalur yang salah. Pangeran Siddharta berlatih dengan keras, menahan lapar dan haus hingga tubuhnya menjadi kering. Jawaban atas segala pertanyaan yang muncul belum memberikan hasil; hingga ia bertemu seorang bhikkhu yang dulunya adalah seorang pemain kecapi di sungai Nairanjana. Proses itu ibarat senar kecapi, suara kecapi adalah hasil dari sebuah proses. Bagaimana agar suara itu terdengar indah dan memberi kedamaian?

“Bila senar kecapi dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Jika senar kecapi terlalu kencang, maka senar itu akan putus dan suara kecapi niscaya hilang. Bila senar kecapi dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Jika senar kecapi terlalu dikendorkan, maka suara kecapi akan lenyap, menipis dan lenyap tak terdengar”

Kemudian Pangeran Siddharta melanjutkan pengembaraannya dan bersemedhi di bawah pohon Bodhi. Dengan landasan adhitthana, godaan mara ditaklukkan. Pangeran Siddharta mencapai penerangan sempurna dan menjadi Samma Sambuddha di usia 35 tahun, 588 SM (sebelum masehi).

3.        Setelah mencapai penerangan sempurna, Sang Buddha membabarkan khotbah pertama beliau, Dhammacakka Pavattana Sutta dihadapan 5 (lima) pertapa, Kondanna, Bhaddiya, Vappa, Mahanama dan Asajji. Beliau tekun dan giat berkelana menyebar dharma selama 45 tahun, hingga akhirnya beliau maha parinibbhana di usia-Nya yang ke-80 tahun, 543 SM (sebelum masehi) di Kusinagara, diantara dua pohon sala.

Kesemuanya itu terjadi dibulan yang sama. Waisak merupakan satu wujud cinta kasih yang terpancar dari sifat keagungan Sang Buddha.


Mayoritas tema Waisak 2017/2561 B.E yang jatuh pada hari Kamis, 11 Mei 2017 berkaitan dengan Kebhinnekaan, toleransi dan kerukunan. Melihat kondisi politik yang semakin bergejolak di Negara sendiri, perlu adanya pengembangan cinta kasih dan kasih sayang, mengembangkan kesadaran yang  mengedepankan kedamaian. Memahami cita-cita luhur Sang Buddha, membebaskan seluruh makhluk dari Dosa, Moha dan Lobha sebagai bagian dari kilessa. Menutup dan membakar segala kebodohan yang menyebabkan kehancuran.

Detik-detik Waisak 2017/2561 B.E akan berdentang pada pukul 04:42:09. Ada doa dan harapan yang terekam di setiap perenungan. Semoga hidup penuh kebijaksanan dengan Dharma sebagai pelita kehidupan. Tidak mudah untuk mengikis bibit-bibit kesombongan, belenggu kehidupan yang mencengkram manusia. Namun, batin juga tidak harus menjadi surut. Jaga kewaspadaan adalah hal terpenting, menumbuhkan brahma vihara dalam diri adalah cita-cita mulia. Dan... semoga demikian adanya.

“Appamado amatapadam
Pamado maccuno padam
Appamatta na miyanti
Ye pamatta yatha mata”

“Kewaspadaan adalah jalan menuju kekekalan
Kelengahan adalah jalan menuju kematian
Orang yang waspada tidak akan mati
Tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah mati”
*** Dhammpada Appamada Vagga Ayat (21) ***

*** May all being be well and happy ***

Jakarta, 10 Mei 2017