“Aggo
‘ham asmi lokassa
Jettho ‘ham asmi lokassa
Settho ‘ham asmi lokassa
Ayam antima jati
Natthi dani punabbhavo”
“Akulah pemimpin di dunia ini
Akulah tertua di dunia ini
Akulah teragung di dunia ini
Inilah kelahiran Ku yang terakhir
Tak akan ada kelahiran lagi bagi Ku”
*** Majjhima Nikaya 123 ***
Jettho ‘ham asmi lokassa
Settho ‘ham asmi lokassa
Ayam antima jati
Natthi dani punabbhavo”
“Akulah pemimpin di dunia ini
Akulah tertua di dunia ini
Akulah teragung di dunia ini
Inilah kelahiran Ku yang terakhir
Tak akan ada kelahiran lagi bagi Ku”
*** Majjhima Nikaya 123 ***
Getarannya kembali membias dengan iringan bait lagu. Sebuah momentum kembali menghampiri untuk mengenang tiga peristiwa penting yang menjadi sejarah Waisak.
1.
623 SM (sebelum masehi), lahirlah
seorang bayi kecil di Taman Lumbini (Distrik Kapilavastu). Putra pasangan Raja
Suddhodana dan Ratu Dewi Mahamaya dari kerajaan Sakya. Lahir di bawah pohon
sala dalam keadaan bersih dan tanpa noda, beliau adalah seorang cakkavati
dunia. Siddharta berarti tercapailah cita-citanya. Keajaiban terjadi di hari
kelahiran Siddharta, turun air hangat dan dingin membasuh tubuhnya, Ia kemudian
berjalan tegak ke arah utara selama 7 langkah dan keajaiban lain adalah
tumbuhnya teratai disetiap langkahnya. Demikianlah beliau raja dari segala
raja.
Di hari-hari perjalanan
hidup Pangeran Siddharta hingga dewasa, beliau dilimpahi dengan kenikmatan
duniawi dan kemewahan. Tidak ada sedikit pun kekurangan yang melintas dalam
hidupnya; hingga beliau tak pernah tahu apa yang terjadi di luar istana. Namun,
rasa keingin-tahuan Pangeran Siddharta mulai bergejolak. Beliau ingin
mengetahui isi di luar istana. Amat terkejut beliau ketika melihat keadaan sebenarnya;
Orang tua, Orang sakit, Orang mati dan petapa suci. Kegundahan muncul dan
beliau menyadari segala sesuatu di dunia ini tidaklah kekal adanya dan “aku
akan mengalami satu dari hal tersebut”. Akhirnya diantara pertanyaan-pertanyaan
yang muncul; beliau membuat keputusan untuk meninggalkan istana yang megah nan
indah, yang memberikan kenyamanan dan kenikmatan berupa hiburan, tarian dan
nyanyian bahkan suara merdu dari para bidadari dunia. Pada usia 29 tahun, beliau
berkelana, menggembara menempuh perjalanan jauh; menyeberangi sungai, mencukur
rambut dan menjalani kehidupan sebagai petapa.
2.
Masa Pengembaraan beliau selama 6 tahun
dalam menjalani kehidupan sebagai petapa suci telah berada di jalur yang salah.
Pangeran Siddharta berlatih dengan keras, menahan lapar dan haus hingga
tubuhnya menjadi kering. Jawaban atas segala pertanyaan yang muncul belum
memberikan hasil; hingga ia bertemu seorang bhikkhu yang dulunya adalah seorang
pemain kecapi di sungai Nairanjana. Proses itu ibarat senar kecapi, suara
kecapi adalah hasil dari sebuah proses. Bagaimana agar suara itu terdengar
indah dan memberi kedamaian?
“Bila senar kecapi
dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Jika senar kecapi terlalu kencang,
maka senar itu akan putus dan suara kecapi niscaya hilang. Bila senar kecapi
dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Jika senar kecapi terlalu
dikendorkan, maka suara kecapi akan lenyap, menipis dan lenyap tak terdengar”
Kemudian Pangeran
Siddharta melanjutkan pengembaraannya dan bersemedhi di bawah pohon Bodhi.
Dengan landasan adhitthana, godaan mara ditaklukkan. Pangeran Siddharta
mencapai penerangan sempurna dan menjadi Samma Sambuddha di usia 35 tahun, 588
SM (sebelum masehi).
3.
Setelah mencapai penerangan sempurna,
Sang Buddha membabarkan khotbah pertama beliau, Dhammacakka Pavattana Sutta
dihadapan 5 (lima) pertapa, Kondanna, Bhaddiya, Vappa, Mahanama dan Asajji. Beliau
tekun dan giat berkelana menyebar dharma selama 45 tahun, hingga akhirnya
beliau maha parinibbhana di usia-Nya yang ke-80 tahun, 543 SM (sebelum masehi)
di Kusinagara, diantara dua pohon sala.
Kesemuanya
itu terjadi dibulan yang sama. Waisak merupakan satu wujud cinta kasih yang
terpancar dari sifat keagungan Sang Buddha.
Mayoritas
tema Waisak 2017/2561 B.E yang jatuh pada hari Kamis, 11 Mei 2017 berkaitan
dengan Kebhinnekaan, toleransi dan kerukunan. Melihat kondisi politik yang
semakin bergejolak di Negara sendiri, perlu adanya pengembangan cinta kasih dan
kasih sayang, mengembangkan kesadaran yang mengedepankan kedamaian. Memahami cita-cita
luhur Sang Buddha, membebaskan seluruh makhluk dari Dosa, Moha dan Lobha
sebagai bagian dari kilessa. Menutup dan membakar segala kebodohan yang
menyebabkan kehancuran.
Detik-detik
Waisak 2017/2561 B.E akan berdentang pada pukul 04:42:09. Ada doa dan harapan
yang terekam di setiap perenungan. Semoga hidup penuh kebijaksanan dengan
Dharma sebagai pelita kehidupan. Tidak mudah untuk mengikis bibit-bibit
kesombongan, belenggu kehidupan yang mencengkram manusia. Namun, batin juga
tidak harus menjadi surut. Jaga kewaspadaan adalah hal terpenting, menumbuhkan brahma
vihara dalam diri adalah cita-cita mulia. Dan... semoga demikian adanya.
“Appamado
amatapadam
Pamado maccuno padam
Appamatta na miyanti
Ye pamatta yatha mata”
“Kewaspadaan adalah jalan menuju kekekalan
Kelengahan adalah jalan menuju kematian
Orang yang waspada tidak akan mati
Tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah mati”
Pamado maccuno padam
Appamatta na miyanti
Ye pamatta yatha mata”
“Kewaspadaan adalah jalan menuju kekekalan
Kelengahan adalah jalan menuju kematian
Orang yang waspada tidak akan mati
Tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah mati”
***
Dhammpada Appamada Vagga Ayat (21) ***
*** May all being be well and happy ***
Jakarta,
10 Mei 2017