Tuesday 9 December 2014

Tiap Langkah dalam Perjalananku (Part II)

*** Masa Sekolah - Tingkat Sekolah Dasar

Hmm... Indah benar-benar masa itu. Ada kenangan ketika itu dan kutumpuk seperti tumpukan buku dalam lemari belajarku. Dan yang aku rasakan adalah persaudaraan bahwa aku mengenal adanya sahabat. Sebagai anak tertua dalam keluarga dan dimana aku juga hanya seorang anak perempuan tunggal, terkadang aku merasa sepi menyendiri. Namun, saat itu aku punya sahabat karib, dia baik, pintar hingga waktu juga membuatku mengenal keluarganya. Kami dari kota kecil sehingga tidak jarang hampir setiap keluarga saling mengenal, baik aku dengannya atau para orang tua kami. Dan juga keperawakanku yang bisa dibilang mampu menyesuaikan diri untuk segala lingkungan sehingga aku cepat akrab dengan teman-teman bahkan orang tua mereka.

Aku saat duduk di sekolah dasar dapat dikategorikan dalam golongan pemalas; rasanya berat jika menginginkanku untuk membalik-balikkan halaman buku. Jangan pernah berharap aku akan menjadi rangking di kelas. Itu mustahil... Ya benar! Ibarat berbicara disiang bolong tanpa ada orang disekeliling. Tak akan pernah aku mengubris semua omongan orang karena pada dasarnya aku juga seorang yang serba cuek.

Aku pernah dihukum disekolahan karena hanya bermain dan bermain. Aku ingat hal itu. Kelas 3 (tiga) saat itu, aku dihadapkan harus berdiri menghadap tiang bendera. Panas...! itu yang kurasakan. Namun, setelah hukuman itu, aku juga lupa segalanya dan mengulangi ulah-ulah lain. Jika aku dapat naik kelas, akan betapa girang dan lega rasanya hatiku. Seperti mampu meraih cahaya bintang. Jujur tak pernah kuhiraukan peringkat kelas yang menjadi idaman setiap orang. Hingga pada suatu hari... Papa marah besar! Aku takut... Aku hanya seorang anak sekolah dasar yang tidak mengerti apa benar hal itu akan dilakukan oleh papa; Ia mencoba membuang tas sekolahku hingga aku kelabakan mencarinya. Aku tak tahu benar atau tidaknya Ia membuang atau sekedar menyembunyikan. Dan yang aku rasakan adalah rasa takut... Tolong aku!! Berharap ada peri yang menyelamatkanku. Kembali... akhirnya aku menangis dimalam harinya! Kadang aku benar-benar lemah!

Ada hal yang menyebabkan tak ada tekad untuk belajar dalam diriku. Dirumah, jujur aku merasa tidak ada saingan yang dapat memacu prestasi belajarku. Bagaimana??? Hingga akhirnya orang tuaku memberikanku kesibukan untuk belajar lebih melalui private. Disini, di tempat private ini aku menumbuhkan semangat belajarku lebih tinggi. Walau jujur aku belum masuk ke dalam peringkat 3 (tiga) besar, setidaknya aku mampu berada di jajaran 10 (sepuluh) besar. Ada sedikit perasaan bangga dalam diriku. Setidaknya aku tidak mengecewakan kedua orang tua yang telah memberikan semangat belajar melalui private. Secara tidak langsung mengeluarkan tambahan buatku dalam hal belajar. Dirumah aku belajar sendiri, berusaha sendiri, mencari jawaban-jawaban atas semua tugas-tugasku sendiri! Hal ini karena aku sadar, aku bukan berasal dari orang tua yang memiliki pendidikan tinggi. Ya!!! mereka bukan sarjana tinggi, tapi mereka adalah professor bagiku. Mampu membuatku dan adikku bersekolah; bahkan aku dan Joseph telah menancapkan gelar sarjana. Kebanggaan besar dalam hidupku.

Di masa sekolah ini, dimana masih berada dalam tingkatan sekolah dasar; aku menemukan keluarga kecil. Kami adalah sebuah keluarga diluar lingkungan rumah; selain Papa, Mama dan dua orang adikku. Disini aku mulai merasakan sebuah luar keluarga yang bernama Sahabat. Dia adalah Fery, seorang cewek cakep berkacamata. Aku salut padanya dan boleh mengacungkan jempol untuknya. Fery memiliki keahlian yang tidak kumiliki, dia senang menggambar, melukis. Keahliannya menggoreskan pena warna diatas kanvas kini mengantarkan dia menjadi seorang arsitektur yang bekerja pada urban design. Kami besar bersama sampai waktu memisahkan kita karena cita dan masa depan. Ia melanjutkan sekolah menengah atas pada salah satu perguruan tinggi di kota Medan. Banyak pengalaman dan kenangan tak terlupa dengannya. Terlalu kecil bagi mereka yang sekedar membaca, namun besar dengan makna bagi aku yang merasakan, yang berpacu dengan hari-hari kala itu. Aku pernah berada di arus aliran air yang deras. Wah... Hujan! Saat-saat dimana kami masih harus menelusuri jalan agar dapat sampai ke rumah dengan selamat dari tempat private, air hujan itu mengintai. Kehujanan dan basah kuyup yang kami alami. Bagi anak-anak kecil lainnya itu adalah saat yang menyenangkan. Mereka dapat bergembira, bersukacita menyambutnya. Akan tetapi tidak untuk kami! Kami kewalahan!!! Selepas private biasanya kami akan dijemput oleh keluarga kami. Kadang papa atau kakak dari Fery akan membonceng kami. Fery adalah anak bungsu dari 5 bersaudara yang membuat dia secara otomatis adalah buah hati yang terlebih bagi segenap keluarganya. Ditengah hujan yang sedemikian deras, rasa persaudaraan dan kedekatan kami ditumbuhkan. Indah gemaan nada ketika itu. Sungguh tak terlupakan.

Bukan hanya kedekatan dengan Fery kurasakan. Ada banyak teman! Aku tak memilih siapa yang akan menjadi temanku karena aku percaya bahwa kita hidup adalah satu kesatuan yang saling membutuhkan. Jika tidak hari ini, hari esok akan membuat kita bergandeng tangan. Orang-orang sering beranggapan dan berpandangan bahwa Teman itu banyak, akan dapat dicari di setiap kesempatan; Namun, sahabat itu akan hanya ada satu diantara sekian banyak. Anggapan ini bisa dikatakan hampir tidak dapat diaplikasikan dalam hidupku karena pada dasarnya aku mudah akrab dengan siapa saja dan bagiku mereka adalah sahabat. Salahkah jika aku berpikir demikian? Harus jujur, itu yang aku jalani sekarang!

Haripun bergulir, aku semakin mencoba untuk belajar dan belajar lebih baik hingga akhirnya aku LULUS! Bukan sebagai siswi terbaik disekolahan namun sebagai putri yang berhasil bagi orang tuaku. Aku hanya mampu memberikan nilai sebatas itu.

*** Masa Sekolah - Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

Aku merasa girang, bahagia tak terhingga. Aku tidak dapat berucap kata dan yang kusadari adalah saat ini aku berdiri dengan seragam putih biru. Itu seragam sekolah di tempat aku menimba ilmu. Aku telah meninggalkan seragam putih merah, selamat tinggal seragamku yang kukenakan bertahun-tahun. 6 (Enam) tahun, bukan waktu yang singkat.
Hari ini adalah hari pertama aku berdiri di kelas baruku di sekolah lanjutan tingkat pertama. Disekolahku kami terbagi dalam 3 (tiga) kelas dan aku menempat kelas B. Kami dibagi berdasarkan nilai pada ujian akhir yang kami peroleh di sekolah dasar. Aku akui nilaiku tidak tinggi. Aku tidak malu duduk dikelas ini. Penempatanku dikelas ini semakin memicu emosiku untuk belajar lebih giat karena pada caturwulan berikutnya kami akan dipindahkan dan digabung menjadi 1 kelas berdasarkan peringkat yang dikenal sebagai kelas pilihan dan aku ingin didalamnya. Keinginan yang tinggi. Semangat dan lebih semangat!
Ternyata perjuanganku tidak berakhir sia-sia. Aku berada di peringkat 3 (tiga) besar dan luar biasa senangnya. Aku dipindahkan di caturwulan berikutnya dan dikelas ini semakin kami berlomba untuk menjadi kandidat terbaik. Aku berusaha semaksimal mungkin.
 
Dalam perjalanan ternyata untuk memupuk semangat tidaklah gampang. Aku pernah lengah dan perasaan malas menghampiriku. Oh My God.... ! benar-benar aku memperoleh kekecewaan yang teramat sangat akibat kelengahanku. Aku gagal menjadi urutan 10 (Sepuluh) besar dikelasku. Bayangkan bagaimana perasaanku ketika itu. Aku menangis sepulang pengambilan rapor. Saat orang-orang bergembira menanti hari libur yang panjang karena kenaikan kelas, saat itu juga aku menatap liburan dengan tangisan awal. Aku sedih. Pada saat aku tidak mampu mempertahankan posisi peringkatku atau bahkan turun 1 (satu) peringkat dari sebelumnya, aku tak dapat menahan air mata dan hari ini bukan hanya 1 peringkat lebih rendah tapi jauh... sangat jauh... dan kekecewaan menyesakku.

Kenaikan kelas kali ini mengantarku kembali ke kelas yang berbeda, aku ditempatkan pada kelas C. Ya... aku harus menerimanya. Kembali aku bergulat untuk memperoleh peringkat 10 (Sepuluh) besar dengan harapan akan kembali ke kelas yang lebih dapat berpacu untuk maju, belajar dan belajar!

Caturwulan kedua dikelas 3 (Tiga) sekolah lanjutan tingkat pertama kembali aku dipindahkan ke kelas A. Yes! Aku masuk dalam ringkupku. Disini kami mendapat latihan lebih untuk menghadapi ujian akhir untuk menuju sekolah lanjutan atas. Semua siswa-siswi tampak antusias yang tinggi agar tidak menjadi yang tertinggal. Kami ingin LULUS bersama. Dan telah kami lewati hari ini. Menegangkan dengan pacuan pada syarat kelulusan sebagai tombak.

Sepertinya sudah menjadi tradisi bahwa yang mengambil surat lulus/tidaknya kami dalam penimbaan ilmu disekolah ini adalah orang tua kami. Papa mamaku bergegas ke sekolahan, duduk dan mendengarkan sambutan dari kepala sekolah sebelum akhirnya surat itu dibagikan. Aku tidak tahu menahu bagaimana perasaan mereka duduk dalam ruangan itu, yang jelas aku tidak merasa tenang. Perasaanku bergejolak! Semoga aku lulus dan itu selalu kuucap sebagai doaku.

Berjam-jam aku menunggu kepulangan orang tuaku dan akhirnya mereka kembali. Aku terkejut karena tidak ada raut wajah yang memperlihatkan kelulusanku. Bagaimana ini? Gagalkah aku??? Tidak.... Mereka memberikan surat itu tanpa ucap kata. Perlahan kubuka surat dan lihat... Aku LULUS! “Thanks God!”, cetusku. Walaupun jujur aku kembali harus menelan kekecewaan melihat hasilnya, rasa syukurku lebih besar kini. Aku sepertinya harus kembali melawan kerasnya pelajaran agar dapat dipindahkan ke kelas unggulan. Aku berada di peringkat yang jauh.

Aku tidak mau terlalu lama memberikan ruang pada kekecewaanku. Aku mau mengisi dahulu liburan bersama keluargaku karena aku yakin aku telah benar-benar berusaha, telah memaksimalkan daya potensiku pada saat-saat sebelum ujian. Aku telah belajar mati-matian untuk mempertahankan nilai dan peringkat kelasku. Dan tidak ada yang lebih baik selain aku harus bersyukur aku akan melangkah setahap lebih maju setelah kelulusan ini. Saatnya menikmati LIBURAN....!

- To be continued -

No comments:

Post a Comment